Kamis, 19 Januari 2012

Cerita Kau Yang Ku Sebut Adikku


Perkenalan kami sangat aneh, dan saat itu aku membencinya. Namun aku bersyukur kebencianku tak permanen. Aku membenci cara dia awal lancang meng-sms dengan kata-kata yang sok kenal, sedikit memelas meminta tuk berteman. Sms itu berlanjut sampai sekarang dan aku tak pernah bosan meladeni sms darinya. Dia menginginkan aku menjadi kakaknya. Dan semenjak itu aku bersedia menjadi kakak untuknya.

Aku sering berantem dengannya, kami sering melontarkan kata ledekan yang buatku girang, ketawa ngakak. Bukan sebel, tapi malah lucu. Berantem layaknya kakak dan adik. Tiba-tiba aku merasa memiliki adik yang begitu kritis, banyak tanya, dan sedikit menyebalkan. Sampai pada suatu hari aku merasa tersinggung dengan ledekannya. Ledekan yang begitu dalam buatku. Aku merasa sangat marah dan memutuskan untuk tidak lagi berhubungan dengannya.

Waktu pun terus berjalan, dan sampai pada saat aku merindukannya. Rindu akan sebutan-sebutan yang buatku tiba-tiba tersenyum lebar. Dan kami pun baikkan lagi. Hahaha lucu, sungguh aku merasa seperti anak kecil. Berharap kejadian itu terakhir kalinya, agar aku tak lagi merasa marah oleh sesuatu yang tidak penting. Dan karena aku tau efek kemarahanku itu yang buat pikiranku menjadi tidak sikron dengan semua yang aku lakukan.

Lalu dia bercerita tentang kejadian semenjak kami tak bertegur sapa. Ternyata banyak cerita yang buat aku tercengang sedemikian hebat. Bagaimana tidak, dia menceritakan tentang sesuatu yang aku pikir, dia tidak mungkin melakukan hal itu. Yaa, sesuatu yang menurutku liar, liar yang dilakukan berulang kali. Dia bilang itu efek dari pertanyaanku. Pertanyaan bodohku kala itu. Oh Tuhan, aku sama sekali tidak mengira bahwa orang yang ku anggap adik itu akan melakukan hal bodoh itu. Saat ini aku hanya bisa mendengarkan semua curhatannya tanpa harus mengguruinya dengan kata-kata yang sok lugas. Apalagi harus mendiktenya dengan kalimat yang sedikit mematikan. Aku membiarkannya agar dia bisa berpikir sendiri.

Kau yang kusebut adikku. Aku ingin kau bisa berpikir logis, bisa mengsingkronkan antara pikiran dan kata hati. Aku ingin kau kelak menjadi orang yang bertanggung jawab untuk dirimu sendiri. Orang yang mampu menerima semua yang berbicara di sekelilingmu. Orang yang tetap tunduk meski terkadang harus merasakan capek dengan tundukan itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar