“Jika
sekarang kau mempunyai pacar, ketika kau putus nanti, segeralah datang padaku
karna aku akan tetap menunggumu dan bersedia menjadi pacarmu lagi. Dan kalau
pun kau sudah menikah dan kelak kau bercerai, aku tetap akan menerimamu utuh
tanpa harus mengingat apa-apa yang telah kau perbuat padaku dulu”. Aku tulus
bukan iba. Harapku kelak akan seperti ini. Itu kalimat gilaku, sepenggal
kalimat ketika aku galau.
Kau
tiba-tiba memutuskan untuk enggan menyapaku, untuk tidak lagi menjadikanku masa
depanmu. Aku tertegun saat itu, tak percaya. Dan aku pikir kau hanya bergurau
saja, gurauan konyolmu. Tapi itu semua ternyata bukan semu. Itu memang terjadi,
sampai-sampai membuatku tersedat sedemikian hebat. Merasa kebahagian sekejap
lenyap dan membuat hatiku begitu nelangsa sekarat setengah mati. Hatiku seperti tak
ditempatnya, tubuhku terasa kosong, hilang isi.
Kalau
sedari dulu kau tau bahwa hubungan kita akan berakhir, kenapa kau menjanjikan
itu semua hingga bertahun-tahun?? Aku seperti tidak tau harus berpikir apa
sekarang. Yang pasti, kau tidak pernah beranjak dari benakku. Satu yang harus
kau tau, saat kau enggan menyapaku lagi, saat itu aku sama sekali tidak pernah
membencimu, tapi aku makin menggilaimu. Bagaimana tidak, kau tak pernah
menorehkan hubungan kita dengan sesuatu yang membuatku menyesal memilihmu.
Bicaralah, aku menunggu suara merdumu.
Berkatalah, aku menginginkan kata indah keluar dari mulutmu. Bercengkramalah
dengan hatimu, dan aku berharap ada aku disitu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar