Perkenalan kami sangat aneh, dan saat itu
aku membencinya. Namun aku bersyukur kebencianku tak permanen. Aku membenci cara
dia awal lancang meng-sms dengan kata-kata yang sok kenal, sedikit memelas
meminta tuk berteman. Sms itu berlanjut sampai sekarang dan aku tak pernah
bosan meladeni sms darinya. Dia menginginkan aku menjadi kakaknya. Dan semenjak
itu aku bersedia menjadi kakak untuknya.
Aku sering berantem dengannya, kami sering
melontarkan kata ledekan yang buatku girang, ketawa ngakak. Bukan sebel, tapi
malah lucu. Berantem layaknya kakak dan adik. Tiba-tiba aku merasa memiliki adik
yang begitu kritis, banyak tanya, dan sedikit menyebalkan. Sampai pada suatu
hari aku merasa tersinggung dengan ledekannya. Ledekan yang begitu dalam
buatku. Aku merasa sangat marah dan memutuskan untuk tidak lagi berhubungan
dengannya.
Waktu pun terus berjalan, dan sampai pada
saat aku merindukannya. Rindu akan sebutan-sebutan yang buatku tiba-tiba
tersenyum lebar. Dan kami pun baikkan lagi. Hahaha lucu, sungguh aku merasa
seperti anak kecil. Berharap kejadian itu terakhir kalinya, agar aku tak lagi
merasa marah oleh sesuatu yang tidak penting. Dan karena aku tau efek kemarahanku
itu yang buat pikiranku menjadi tidak sikron dengan semua yang aku lakukan.
Lalu dia bercerita tentang kejadian
semenjak kami tak bertegur sapa. Ternyata banyak cerita yang buat aku
tercengang sedemikian hebat. Bagaimana tidak, dia menceritakan tentang sesuatu
yang aku pikir, dia tidak mungkin melakukan hal itu. Yaa, sesuatu yang menurutku
liar, liar yang dilakukan berulang kali. Dia bilang itu efek dari pertanyaanku.
Pertanyaan bodohku kala itu. Oh Tuhan, aku sama sekali tidak mengira bahwa
orang yang ku anggap adik itu akan melakukan hal bodoh itu. Saat ini aku hanya bisa
mendengarkan semua curhatannya tanpa harus mengguruinya dengan kata-kata yang
sok lugas. Apalagi harus mendiktenya dengan kalimat yang sedikit mematikan. Aku
membiarkannya agar dia bisa berpikir sendiri.
Kau yang kusebut adikku. Aku ingin kau bisa
berpikir logis, bisa mengsingkronkan antara pikiran dan kata hati. Aku ingin
kau kelak menjadi orang yang bertanggung jawab untuk dirimu sendiri. Orang yang
mampu menerima semua yang berbicara di sekelilingmu. Orang yang tetap tunduk
meski terkadang harus merasakan capek dengan tundukan itu.